BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya rasa
keberagamaan (religiusitas) umat Islam menjalankan syariah Islam dalam
kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang
menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Saat
ini, pengelolaan keuangan mulai diberikan dalam bentuk jasa pengelolaan keuangan
kepada khalayak umum.
Akuntansi secara sosiologis saat ini
telah mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian
dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami
sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (value laden), tetapi dipengaruhi
nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi,
tetapi juga mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines 1989; Morgan 1988;
Triyuwono 2000; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman 2006).
Seiring dengan keluarnya fatma MUI
tentang Bunga Bank adalah Riba dan disosialisasikannya DSN (Dewan Syariah
Nasional) yang mengatur tentang Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar
Modal Syariah dan lain-lain. Maka lembaga keuangan pun mengalami transformasi lembaga
keuangan biasa (konvensional) menjadi lembaga keuangan Islami (syariah).
Terkait masalah akuntansi, salah satu
lembaga keuangan yang mulai dikembangkan dengan prinsip tolong-menolong dan
saling melindungi dengan berbasis syariah yakni asuramsi syariah. Makalah ini
akan menjelaskan terkait persoalan perbedaan asuransi syariah dengan asuransi
konvensional.
B.
Rumusan
Masalah
1) Apa
itu asuransi syariah?
2) Apa
perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional?
3) Apakah
manfaat dari asuransi syariah?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Asuransi
Syariah
Asuransi Syariah adalah asuransi
berdasarkan prinsip syariah dengan usaha tolong-menolong (ta’awun) dan saling
melindungi (takaful) diantara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (Dana
Tabarru’) yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
Sedangkan menurut Fatwa Dewan Asuransi
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah menyebutkan (ta’min,
takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di
antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set atau
tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
Ada bebrapa istilah penting yang biasa
digunakan dalam asuransi syariah, yaitu:
a) Akad
adalah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan
kewajiban para pihak sesuai prinsip syariah.
b) Akad Tabarru’
adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana
Tabarru’ untuk tujuan tolong-menolong diantara para Peserta, yang tidak
bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.
c) Akad Wakalah bil Ujrah
adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil
Peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai
kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).
d) Akad Mudharabah
adalah akad untuk memberikan bagi hasil atas investasi Dana Tabarru’.
e) Kontribusi adalah
sejumlah dana yang dibayarkan oleh Peserta kepada Perusahaan yang sebagian akan
dialokasikan sebagai iuran Tabarru’ dan sebagian lainnya sebagai fee (ujrah)
untuk Perusahaan.
f) Iuran Dana Tabarru’
adalah sebagian dari kontribusi yang dibayarkan oleh Peserta yang kemudian
dimasukkan kedalam Kumpulan Dana Tabarru’ dengan Akad Tabarru’.
g) Dana Tabarru’
adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para Peserta, yang mekanisme
penggunaannya sesuai dengan Akad Tabarru’ yang disepakati.
h) Surplus/Defisit Underwriting
adalah selisih lebih/kurang dari total kontribusi Peserta ke dalam Dana
Tabarru’ setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim, kontribusi reasuransi,
dan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu.
B.
Perbedaan
Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
Perbedaan mendasar antara asuransi
syariah dengan asuransi konvensional ada tujuh, yaitu sebagai berikut:
1. Asuransi
syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk
yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini
tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad
yang dilaksanakan pada asuransi syari'ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan
asuransi konvensional berdasarkan jual beli.
3. Investasi
dana pada asuransi syari'ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada
asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan
investasinya.
4. Kepemilikan
dana pada asuransi syari'ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan
bebas menentukan alokasi investasinya.
5. Dalam
mekanismenya, asuransi syari'ah tidak mengenal dana hangus seperti yang
terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing
period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana
kecil yang telah diniatkan untuk tabarru'.
6. Pembayaran
klaim pada asuransi syari'ah diambil dari dana tabarru' (dana kebajikan)
seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana
yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi
musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari
rekening dana perusahaan.
7. Pembagian
keuntungan pada asuransi syari'ah dibagi antara perusahaan dengan peserta
sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada
asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
C.
Keunggulan
Asuransi Syariah
1) Transparansi
Pengelolaan Dana Peserta
Asuransi syariah dengan perjanjian di awal
yang jelas dan transparan serta akad yang sesuai syariah, dana tabarru’ akan
dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi
syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.
2) Pengelolaan
Dana Peserta secara Islami dengan menghindarkan Riba (Bunga), Maisir (Judi) dan
Gharar (Ketidakjelasan)
Asuransi Syariah menghindarkan dari fungsi
asuransi konvensional yang mengandung Riba (Bunga) Maisir (Judi) dan Gharar
(Ketidakjelasan). Dana Tabarru’ akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi
terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi.
Melalui asuransi syariah, dapat mempersiapkan diri secara finansial dengan
tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam.
Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari’ah.
3) Adanya
Alokasi dan Distribusi Surplus Underwriting
· Apabila
terjadi Surplus Underwriting, maka Peserta sepakat untuk mengalokasikan Surplus
Underwriting sebagai berikut:
50 % untuk Kumpulan Dana
Tabarru’;
20 % untuk Peserta yang memenuhi
kriteria;
30 % untuk Perusahaan sebagai
operator.
· Surplus
Underwriting akan didistribusikan kepada Peserta paling lambat 90 hari kalender
setelah perhitungan selesai dilakukan.
· Pembagian
dari hasil Surplus Underwriting hanya diberikan kepada Peserta yang memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a) Peserta
tidak pernah mengajukan klaim pada tahun perhitungan surplus/defisit
underwriting.
b) Tidak
sedang mengajukan klaim pada tanggal perhitungan surplus/defisit underwriting.
BAB
III
PENUTUP
Dari semua uraian di atas dapat kita
simpulkan bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi
Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum
terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi
juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan
melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “...
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.” (QS.An-Nahl [16]: 89).
Penerapan asuransi syariah yang
merupakan salah satu lembaga keuangan yang berbasis syariah menjadi solusi dari
maraknya praktek kecurangan dan penipuan dari lembaga keuangan lainnya yang
tidak berorientasi syari’at Islam. Oleh karena itu, diharapkan kedepanya
produk-produk yang berbasis syariah lebih banyak dikembangkan agar keresahan
masyarakat bisa mereda dan menjadikan kesejahteraan bagi negara.
DAFTAR
PUSTAKA
jurnals.files.wordpress.com/2012/06/naskah_09_029-kom-d-pmak9.doc