Ads 468x60px

Minggu, 23 Februari 2014

Perbedaan Keuangan Syariah dengan Keuangan Konvensional pada Asuransi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) umat Islam menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Saat ini, pengelolaan keuangan mulai diberikan dalam bentuk jasa pengelolaan keuangan kepada khalayak umum.
Akuntansi secara sosiologis saat ini telah mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (value laden), tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines 1989; Morgan 1988; Triyuwono 2000; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman 2006).
Seiring dengan keluarnya fatma MUI tentang Bunga Bank adalah Riba dan disosialisasikannya DSN (Dewan Syariah Nasional) yang mengatur tentang Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah dan lain-lain. Maka lembaga keuangan pun mengalami transformasi lembaga keuangan biasa (konvensional) menjadi lembaga keuangan Islami (syariah).
Terkait masalah akuntansi, salah satu lembaga keuangan yang mulai dikembangkan dengan prinsip tolong-menolong dan saling melindungi dengan berbasis syariah yakni asuramsi syariah. Makalah ini akan menjelaskan terkait persoalan perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
B.     Rumusan Masalah
1)      Apa itu asuransi syariah?
2)      Apa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional?
3)      Apakah manfaat dari asuransi syariah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asuransi Syariah
Asuransi Syariah adalah asuransi berdasarkan prinsip syariah dengan usaha tolong-menolong (ta’awun) dan saling melindungi (takaful) diantara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru’) yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
Sedangkan menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah menyebutkan (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
Ada bebrapa istilah penting yang biasa digunakan dalam asuransi syariah, yaitu:
a)      Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan kewajiban para pihak sesuai prinsip syariah.
b)      Akad Tabarru’ adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana Tabarru’ untuk tujuan tolong-menolong diantara para Peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.
c)      Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).
d)     Akad Mudharabah adalah akad untuk memberikan bagi hasil atas investasi Dana Tabarru’.
e)      Kontribusi adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh Peserta kepada Perusahaan yang sebagian akan dialokasikan sebagai iuran Tabarru’ dan sebagian lainnya sebagai fee (ujrah) untuk Perusahaan.
f)       Iuran Dana Tabarru’ adalah sebagian dari kontribusi yang dibayarkan oleh Peserta yang kemudian dimasukkan kedalam Kumpulan Dana Tabarru’ dengan Akad Tabarru’.
g)      Dana Tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para Peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan Akad Tabarru’ yang disepakati.
h)      Surplus/Defisit Underwriting adalah selisih lebih/kurang dari total kontribusi Peserta ke dalam Dana Tabarru’ setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim, kontribusi reasuransi, dan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu.

B.     Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
Perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional ada tujuh, yaitu sebagai berikut:
1.      Asuransi syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2.      Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari'ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli.
3.      Investasi dana pada asuransi syari'ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4.      Kepemilikan dana pada asuransi syari'ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
5.      Dalam mekanismenya, asuransi syari'ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru'.
6.      Pembayaran klaim pada asuransi syari'ah diambil dari dana tabarru' (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
7.      Pembagian keuntungan pada asuransi syari'ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.

C.    Keunggulan Asuransi Syariah
1)      Transparansi Pengelolaan Dana Peserta
    Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan serta akad yang sesuai syariah, dana tabarru’ akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.
2)      Pengelolaan Dana Peserta secara Islami dengan menghindarkan Riba (Bunga), Maisir (Judi) dan Gharar (Ketidakjelasan)
    Asuransi Syariah menghindarkan dari fungsi asuransi konvensional yang mengandung Riba (Bunga) Maisir (Judi) dan Gharar (Ketidakjelasan). Dana Tabarru’ akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syariah, dapat mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari’ah.
3)      Adanya Alokasi dan Distribusi Surplus Underwriting
·       Apabila terjadi Surplus Underwriting, maka Peserta sepakat untuk mengalokasikan Surplus Underwriting sebagai berikut:
                50 % untuk Kumpulan Dana Tabarru’;
                20 % untuk Peserta yang memenuhi kriteria;
                30 % untuk Perusahaan sebagai operator.
·       Surplus Underwriting akan didistribusikan kepada Peserta paling lambat 90 hari kalender setelah perhitungan selesai dilakukan.
·       Pembagian dari hasil Surplus Underwriting hanya diberikan kepada Peserta yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a)      Peserta tidak pernah mengajukan klaim pada tahun perhitungan surplus/defisit underwriting.
b)      Tidak sedang mengajukan klaim pada tanggal perhitungan surplus/defisit underwriting.

BAB III
PENUTUP
Dari semua uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an.  “... Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl [16]: 89).
Penerapan asuransi syariah yang merupakan salah satu lembaga keuangan yang berbasis syariah menjadi solusi dari maraknya praktek kecurangan dan penipuan dari lembaga keuangan lainnya yang tidak berorientasi syari’at Islam. Oleh karena itu, diharapkan kedepanya produk-produk yang berbasis syariah lebih banyak dikembangkan agar keresahan masyarakat bisa mereda dan menjadikan kesejahteraan bagi negara.



DAFTAR PUSTAKA

jurnals.files.wordpress.com/2012/06/naskah_09_029-kom-d-pmak9.doc